Day 9 di Ubud, malam itu kami baru saja keluar dari Puri setelah nonton tari tradisional. Suasana masih hangat, jalanan pusat Ubud ramai tapi angin malamnya enak banget. Perut saya mulai protes, lapar daging, dan anak-anak juga sudah mulai tanya, “Kita makan di mana?”. Karena mau sesuatu yang gampang di-share sekeluarga, saya langsung kepikiran satu nama: Naughty Nuris
Baca Juga : Rekomendasi Wisata Di Magelang

Kenapa Akhirnya Mampir ke Naughty Nuris Ubud
Sebagai pecinta daging, nama Naughty Nuri’s itu rasanya susah diabaikan kalau lagi mencari kuliner malam ubud .Banyak yang bilang iga bakarnya signature, bumbunya kuat, dan vibenya santai tapi hidup. Buat saya, perpaduan “Iga signature, vibe seru, dan lokasi yang strategis” itu cocok banget untuk mengakhiri malam setelah nonton pertunjukan budaya di Puri.
Saya datang sekitar lewat sedikit dari jam 19.00, di rentang jam ramai mereka, sekitar 18.00–20.00. Begitu sampai, yang langsung terasa adalah suasananya: lampu agak temaram tapi hangat, musik mengalun, meja-meja penuh wisatawan dan warga lokal yang kelihatan lagi happy dengan piring besar di depannya. Kalau Kamu suka tempat makan yang hidup dan nggak terlalu formal, ini tipe tempat yang rasanya “klik” sejak awal.
Parkir memang agak terbatas, terutama kalau Kamu bawa mobil. Biasanya harus sedikit sabar, kadang parkir agak menjauh dan jalan kaki sebentar. Buat saya yang datang bersama keluarga, ini masih oke, tapi penting buat dicatat kalau Kamu nggak mau datang terlalu mepet jam ramai.
Lihat Lokasi : Google Maps

Pengalaman Menyantap Iga Bakar: Juicy, Smoky, dan Bikin Lupa Waktu
Menunggu Pesanan: 15–25 Menit yang Masih Masuk Akal
Setelah duduk dan pesan, staf sudah langsung info kalau iga bakar perlu waktu sekitar 15–25 menit karena dipanggang lagi supaya panas dan matang merata. Buat saya, ini waktu tunggu yang cukup wajar untuk menu daging—apalagi kalau memang mau dapat tekstur yang pas.
Selama menunggu, saya jadi punya waktu untuk menikmati suasana: melihat orang-orang angkat gelas, dengar tawa dari meja sebelah, dan tentu saja, mengamati beberapa piring iga yang lewat ke meja lain. Ini semacam “teaser visual” yang bikin saya makin nggak sabar.
Tekstur & Rasa Iga: Daging Lembut dan Bumbu Nempel
Begitu piring iga bakar datang, aromanya langsung duluan menyapa. Asap panggangan yang smoky bercampur dengan wangi bumbu manis-gurih, bikin saya refleks menelan ludah. Potongan iganya besar, disajikan dengan tampilan yang nggak rumit tapi menggoda.
Saat digunting atau dipotong, dagingnya terlihat masih juicy. Waktu saya coba gigitan pertama, teksturnya lembut, cukup mudah lepas dari tulang tanpa perlu usaha berlebihan. Bumbunya terasa meresap ke dalam, bukan cuma di permukaan. Ada kombinasi manis, sedikit asin, dan sentuhan rasa smokey yang bikin tiap gigitan terasa penuh.
Ini tipe iga yang cocok buat Kamu yang suka daging lembut, dengan rasa “bold” tapi masih nyaman dinikmati. Kalau Kamu tipe yang nggak terlalu suka daging terlalu kering atau terlalu berlemak, versi di sini cukup seimbang.

Saus, Side Dish, dan Porsi Sharing
Salah satu hal yang bikin makan di sini terasa seru adalah sausnya. Saus pendampingnya punya karakter pedas yang cukup terasa, tapi masih ramah buat lidah yang nggak terbiasa pedas ekstrem. Kalau Kamu suka pedas, Kamu bisa lebih banyak celup; kalau nggak terlalu tahan pedas, cukup tipis-tipis saja, rasa bumbu iganya sendiri sudah cukup kuat.
Porsinya menurut saya memang didesain untuk sharing dan bisa menjadi salah satu tempat makan malam keluarga di ubud yang worth it! Satu porsi iga bisa dengan mudah dibagi 2–3 orang, apalagi kalau Kamu juga pesan nasi dan side dish lain. Malam itu kami sekeluarga memang sengaja pesan beberapa menu dan saling cicip. Anak-anak biasanya ambil bagian yang nggak terlalu banyak saus pedas, sementara saya dan pasangan lebih seru di bagian yang banyak bumbu dan saus.
Secara waktu, total kami habiskan sekitar 45–60 menit di lokasi. Cukup untuk makan dengan santai, ngobrol, dan menikmati suasana tanpa terasa dikejar-kejar waktu. Menu seperti ini enak dinikmati sejak siang hingga malam, tapi menurut saya vibe terbaik memang saat malam hari ketika lampu, musik, dan keramaian bercampur jadi satu.

Info Praktis Buat Kamu yang Baru Pertama Kali Datang
Supaya pengalaman makan Kamu di Naughty Nuri’s Ubud lebih smooth, beberapa catatan praktis ini bisa membantu:
- Waktu favorit untuk makan: Menu iga bakar di sini menurut saya paling pas untuk makan siang atau malam. Kalau mau suasana paling hidup, malam hari setelah jam 18.00 biasanya ramai dan seru.
- Jam ramai: Area resto cenderung penuh sekitar 18.00–20.00. Kalau Kamu datang di rentang ini, siap-siap untuk sedikit menunggu meja atau antrean, terutama saat high season di Ubud.
- Parkir motor/mobil: Parkir terbatas, terutama untuk mobil. Motor lebih fleksibel, tapi tetap harus sabar. Kalau Kamu bawa mobil, lebih baik datang sedikit lebih awal supaya nggak terlalu pusing cari tempat.
- Sejak kapan buka: Naughty Nuri’s sudah berjalan sejak 1995, jadi ini bukan nama baru. Buat saya, umur panjang seperti ini biasanya tanda bahwa tempat tersebut memang punya sesuatu yang disukai banyak orang.
- Estimasi waktu tunggu makan: Iga bakar dan menu daging lain biasanya perlu waktu 15–25 menit sebelum sampai di meja. Kalau Kamu datang dalam kondisi sangat lapar, boleh banget pesan snack atau minuman dulu sambil menunggu.

Ngobrol Santai dengan Karyawan: Sedikit Bocoran
Saya sempat ngobrol sebentar dengan staf yang melayani meja kami. Bukan wawancara resmi, tapi obrolan ringan yang cukup membantu menjawab beberapa pertanyaan yang mungkin juga Kamu pikirkan:
- Kematangan daging: Mereka jelaskan kalau iga diproses dengan standar kematangan yang cenderung matang tapi tetap juicy. Kalau Kamu punya preferensi khusus (misalnya mau lebih kering atau lebih juicy), bisa sampaikan dari awal, dan sejauh mungkin akan mereka usahakan.
- Pedas saus: Saus pendampingnya memang punya karakter pedas yang cukup terasa, tapi bukan tipe pedas “menghukum”. Kalau Kamu nggak terlalu tahan pedas, minta sausnya dipisah dan atur sendiri levelnya.
- Porsi sharing: Menurut stafnya, banyak tamu yang memang pesan iga untuk sharing, lalu menambah nasi dan beberapa side dish. Jadi wajar kalau porsi kelihatan besar, karena mereka memang mengincar gaya makan berbagi di tengah meja.
- Kapan antrean lebih sepi: Katanya, biasanya antrean agak lebih longgar menjelang jam 21.00 atau kalau Kamu datang sedikit sebelum jam makan malam puncak, sekitar sebelum 18.00. Jadi kalau Kamu nggak suka terlalu ramai, dua slot waktu ini bisa dipertimbangkan.
Obrolan singkat seperti ini bikin saya merasa lebih siap kalau suatu saat balik lagi ke sini. Ada kesan bahwa mereka cukup tahu pola tamu dan nggak keberatan berbagi tips.

Naughty Nuri’s vs Iga Warung Jose: Dua Gaya, Dua Suasana
Kalau bicara iga bakar di Ubud dan sekitarnya, Nama Naughty Nuri’s sering dibandingkan dengan tempat lain seperti Iga Warung Jose. Keduanya punya penggemar masing-masing, dan menurut saya wajar kalau Kamu penasaran mana yang lebih cocok dengan selera Kamu.
Naughty Nuri’s Ubud menawarkan paket lengkap: iga signature dengan rasa smoky yang kuat, suasana ramai ala resto populer, dan banyak tamu internasional. Ini tempat yang pas kalau Kamu ingin merasakan “pengalaman kuliner Ubud yang hidup”, bukan sekadar makan lalu pulang.
Sementara itu, Iga Warung Jose cenderung punya vibe yang lebih sederhana dan terasa lebih “rumahan” bagi sebagian orang. Bukan berarti yang satu lebih baik dari yang lain, tapi lebih ke soal gaya dan mood yang Kamu cari. Kalau Kamu ingin malam yang seru, ramai, dengan musik dan gelas yang sering beradu, Naughty Nuri’s terasa lebih cocok. Kalau Kamu ingin suasana yang lebih santai dan tenang, Kamu bisa coba alternatif seperti Jose di lain waktu.
Bagi saya pribadi, keduanya bisa punya tempat masing-masing di daftar kunjungan. Malam setelah menonton tari di Puri, saya memang mencari suasana yang seru—dan di sinilah iga bakar Naughty Nuri’s terasa “ketemu momennya”.

Tips Kunjungan: Biar Pengalaman Iga Bakar Makin Seru
Supaya makan iga di Naughty Nuri’s Ubud berjalan lancar dan menyenangkan buat Kamu dan keluarga, ini beberapa tips sederhana dari pengalaman saya:
- Datang sedikit di luar jam puncak: Kalau nggak suka antre dan suasana terlalu penuh, coba datang sebelum jam 18.00 atau setelah jam 20.00.
- Siapkan rencana parkir: Kalau bawa mobil, anggap saja parkir sebagai bagian dari “perjuangan” kuliner. Jangan kaget kalau harus jalan kaki sedikit. Untuk motor, tetap waspada dan parkir di area yang aman.
- Pesan untuk sharing: Karena porsinya besar, akan lebih seru kalau Kamu pesan beberapa jenis menu untuk sharing, terutama kalau datang bersama keluarga atau teman. Iga bisa jadi bintang utama, lalu lengkapi dengan nasi dan side dish.
- Atur level pedas: Kalau Kamu sensitif pedas, minta saus dipisah. Dengan begitu, Kamu bisa tetap menikmati bumbu iga tanpa terlalu khawatir.
- Perhatikan kondisi anak: Kalau datang dengan anak kecil, mungkin mereka akan lebih nyaman kalau Kamu pilih jam yang nggak terlalu ramai dan bising. Bawa aktivitas kecil (buku gambar, mainan kecil) kalau mereka mudah bosan.
- Jangan datang terlalu mepet jadwal berikutnya: Karena waktu tunggu dan durasi makan bisa memakan 45–60 menit, usahakan jangan langsung pasang jadwal ketat setelah makan. Lebih enak kalau Kamu bisa duduk santai dan menikmati suasana sampai selesai.
Jadi Wajib Nggak Nih ke Naughty Nuri’s Ubud?
Buat saya, rekomendasi makan daging di ubud paling mengesankan hanya di Naughty Nuri’s Ubud masuk kategori “wajib coba” kalau Kamu suka daging dan lagi punya waktu di Ubud, apalagi setelah seharian jalan atau nonton tari di Puri. Iga bakarnya juicy, bumbunya smoky, dan suasananya seru untuk dinikmati bersama keluarga atau teman.
Apakah ini tempat paling sepi dan paling tenang? Tentu tidak. Kamu mungkin perlu sedikit usaha di bagian parkir dan siap dengan suasana ramai, apalagi di jam puncak. Tapi justru di situ letak karakternya: kombinasi aroma panggangan, tawa dari berbagai bahasa, dan piring-piring besar yang datang silih berganti.
Kalau Kamu sedang menyusun daftar kuliner Ubud dan butuh satu tempat untuk melampiaskan rindu daging, iga bakar Naughty Nuri’s Ubud layak banget ada di daftar atas. Satu malam lapar daging bisa berubah jadi pengalaman makan yang nempel di ingatan—bukan cuma soal rasa, tapi juga suasana yang menyertainya.



