Hari ke-3 di Kuta pada sore hari saya mampir ke Canggu usai wisata di Pantai Berawa. Saya masih punya sisa tenaga, tapi perut minta diajak kompromi. Lapar sedang, dan kami sepakat berbagi porsi biar tetap ringan. Tujuan jatuh ke Warung Bu Mi canggu—tempat makan rumahan yang kelihatan padat, tapi alurnya rapi.
Kenapa Saya Datang Warung Bu Mi canggu
Canggu selalu punya ritme sore yang santai, tapi urusan makan saya punya ekspektasi jelas: pilihan sayur harus lengkap, lauknya mudah dicampur, dan antriannya tidak ribet. Warung Bu Mi menjanjikan itu—etalase panjang dengan sayur harian, sambal variatif, dan lauk yang tinggal tunjuk. Buat saya, ini tipe warung yang cocok untuk Kamu yang mau makan praktis setelah pantai tanpa mengorbankan rasa.

Pengalaman Makan: Rasa, Tekstur, dan Alur Pesan–Tunggu–Saji
Masuk, saya langsung mengamati alur. Kamu memilih nasi (putih/merah), lalu menunjuk sayur dan lauk di balik kaca. Petugas bergerak cepat—satu orang ambil nasi, satu lagi plating lauk, satu lagi mengurus sambal dan kuah.
Baca juga : Nasi Campur di Warung Nikmat Kuta: Cepat, Kenyang, Variatif untuk Siangmu 2025
- Menunggu berapa lama: sekitar 5–10 menit saat sore ramai, masih nyaman untuk perut yang kelaparan ringan.
- Enak dimakan saat: siang–sore—saat lidah Kamu butuh sesuatu yang gurih, segar, dan tidak terlalu berat.
Soal rasa, saya mulai dari sayur: tumisan hijau terasa renyah dengan minyak yang tidak berlebihan. Oseng tempe manis-gurih memberi ping rasa yang familiar, sementara urap menawarkan tekstur kelapa yang lembut dan wangi daun jeruk yang tipis. Kuah bening yang dituang sedikit ke nasi bikin suap pertama licin, hangat, dan menenangkan.
Lauk kami berbagi: ayam suwir bumbu kuning terasa empuk dan meresap; gorengan perkedel kentang punya tepi yang sedikit garing, tengahnya halus; sambal merah pedasnya menempel di bibir, dengan aftertaste tomat yang tidak menusuk. Kalau Kamu sensitif pedas, minta sambal dipisah—ini menyenangkan karena Kamu bisa atur seberapa “nendang” tiap suap.
Minumnya bisa pilih yang standar-nyaman: teh hangat atau es jeruk. Saya memilih teh tawar hangat; tugasnya membersihkan palate dan berhasil—tiap suap berikutnya terasa konsisten.

Informasi Praktis yang Perlu Kamu Tahu
- Jam ramai: sekitar 12.00–15.00. Kalau datang di rentang ini, siap-siap antre singkat, tapi alurnya gesit.
- Parkir motor/mobil: tepi jalan. Di jam puncak, parkir motor relatif mudah; mobil perlu sedikit sabar mencari celah.
- Sudah berdiri sejak: — (tidak ada keterangan pasti saat kunjungan; saya memilih tidak berspekulasi).
- Durasi di lokasi: 30–40 menit termasuk antre, pilih lauk, makan, dan rehat sebentar.
Lihat lokasi : Googlemaps
Ngobrol Singkat dengan Karyawan
- Lauk paling laris: ayam suwir bumbu kuning dan ayam goreng; untuk vegetarian, urap dan tempe orek paling cepat habis.
- Pedas bisa pisah? Bisa. Sambal selalu bisa dipisah dan porsinya bisa diminta sedikit atau banyak.
- Porsi anak: bisa minta nasi lebih sedikit dengan sayur non-pedas; petugas terbiasa melayani porsi kecil.
- Jam sepi: menjelang 11.00 atau lewat 15.30 biasanya lebih lengang (pengamatan di hari kerja).
Komparasi Ringkas: Warung Bu Mi vs Warung Varuna
Warung Varuna juga dikenal sebagai opsi warung campuran di area Canggu. Dalam pengalaman saya, Varuna punya suasana yang cenderung mirip “canteen modern,” sementara Bu Mi terasa lebih “rumahan” dengan pilihan sayur yang luas. Dari sisi alur, keduanya rapi; bedanya, di Bu Mi saya merasa lebih mudah mengatur komposisi sayur-lauk-sambal sesuai selera berbagi porsi. Intinya, Varuna tetap menarik; namun bila Kamu prioritas “pilihan sayur lengkap + eksekusi cepat,” Bu Mi unggul tipis di kunjungan saya ini.
Tips Kunjungan yang Bikin Makan Makin Nyaman
- Datang sebelum puncak: tiba sekitar 11.00 atau lewat 15.30 untuk antre lebih singkat.
- Strategi berbagi porsi: minta nasi satu porsi, tambah varian sayur 2–3 jenis, + 1 lauk utama + 1 pendamping (perkedel/tahu tempe). Ini hemat sekaligus tetap variatif.
- Sambal dipisah: biar semua bisa ikut, termasuk anak—Kamu kontrol pedasnya per suap.
- Bawa uang pas + nontunai siap: biasanya kasir gesit; antisipasi antre kasir di jam puncak.
- Parkir: kalau bawa mobil, turunkan penumpang dulu dekat pintu, baru cari parkir tepi jalan—lebih efisien.
Hal yang Saya Perhatikan
- Kebersihan etalase: rotasi sayur terlihat cepat, nampan tidak tampak “tua” mangkrak; ini indikator lancarnya perputaran makanan.
- Ritme staf: pembagian tugas jelas—pengambil nasi, penyaji lauk, dan kasir bekerja sinkron sehingga antre mengalir.
- Rasa konsisten: suapan awal dan akhir punya intensitas bumbu yang mirip; pertanda bumbu merata dan tidak hanya “menohok di permukaan.”
- Kenyamanan keluarga: banyak tamu berbagi porsi; staf familiar dengan permintaan porsi kecil dan sambal terpisah.
Rangkaian Pesan–Tunggu–Saji
- Lihat etalase dulu sambil tentukan jalur: sayur apa, lauk apa, sambal apa.
- Sebutkan preferensi di awal: minta sambal pisah, nasi sedikit, atau porsi anak; staf langsung menyesuaikan plating.
- Cicip kuah sedikit di atas nasi agar tidak terlalu kering—memperkuat rasa sayur dan lauk.
- Akhiri dengan minuman sederhana (teh tawar/es jeruk) untuk menjaga rasa tetap seimbang.
Soal Harga & Nilai
Warung model begini biasanya ramah kantong. Fokusnya bukan gimmick, melainkan murah, lengkap, cepat. Berbagi porsi membuat biaya makin efisien, tanpa kehilangan variatifnya pilihan. Bila Kamu datang setelah pantai, kombinasi ini terasa pas—tidak bikin kantong kaget, perut aman, dan rasa tetap “masuk akal” untuk lidah harian.
Apakah Cocok untuk Traveler?
Sangat cocok. Lokasinya di koridor yang akrab bagi wisatawan; alurnya mudah dimengerti meski baru pertama kali datang. Kalau Kamu tipe “pengen cepat tapi pengin sayur yang proper,” ini tempat singgah yang masuk akal sebelum lanjut ke spot sunset berikutnya.
Jadi Wajib Nggak Nih?
Wajib. Tiga alasannya jelas: murah, lengkap, cepat. Pengalaman saya sore itu memang tidak dramatis—justru itu nilai utamanya. Kamu datang, pilih, makan enak, lalu lanjut jalan. Sesederhana itu.



