Day 11 – Kintamani – Siang keliling Danau Batur. Setelah beberapa spot foto dan berhenti sebentar di beberapa titik view, rasa lapar mulai naik pelan-pelan, bukan sampai level kelaparan berat, tapi cukup bikin fokus mulai pindah dari gunung ke bayangan piring. Di tengah udara sejuk dan pemandangan Danau Batur yang tenang, saya dan keluarga akhirnya belok ke Restoran Apung Kedisan, salah satu resto apung di tepi danau yang dari jauh sudah kelihatan jembatan kayu kecilnya. Situasi saya saat itu simpel: lapar sedang, cuaca teduh, dan kepala sudah kepikiran satu hal—menu ikan segar.
Begitu melangkah ke jembatan menuju area apungnya, sensasi goyang pelan dari permukaan danau langsung kerasa. Bukan yang bikin pusing, tapi cukup mengingatkan kalau kita beneran makan di atas air, bukan sekadar “resto view danau” biasa. Angin dingin dari Kintamani pelan-pelan mengimbangi terik siang, jadi rasanya pas banget untuk makan siang santai setelah keliling Danau Batur.
Kenapa Saya Akhirnya Pilih Makan di Restoran Apung Kedisan
Sebelum ke Kintamani , saya memang sudah niat cari tempat makan ikan yang “beneran dekat danau”, bukan cuma lihat danau dari kejauhan. Beberapa artikel dan ulasan menyebut Restoran Apung Kedisan sebagai salah satu ikon kuliner di Danau Batur karena posisinya yang benar-benar berada di atas air, terhubung jembatan dari tepi danau.
Dari sisi konsep, resto ini punya beberapa hal yang bikin saya penasaran:
. Lokasinya tepat di permukaan Danau Batur, jadi vibe-nya beda dari resto di tebing.
.Spesialisasinya di ikan air tawar lokal, terutama nila, yang menurut banyak ulasan dimasak saat masih segar
.Setting-nya terasa ramah keluarga: meja-meja panjang, banyak spot duduk yang bisa muat beberapa orang sekaligus.
Konteksnya, siang di Kintamani sebenarnya jam yang pas buat makan di sini: udara relatif sejuk, tapi matahari masih cukup terang untuk menikmati view dan foto-foto. Data lapangan saya: waktu paling ideal memang sekitar jam makan siang, meskipun itu juga berarti jam paling ramai sekitar 12.00–14.00. Kalau kamu tipe yang sensitif sama keramaian, mungkin bisa datang sedikit sebelum jam 12 atau setelah lewat jam 2 siang.
Alasan lain saya memilih tempat ini: suasana danau. Dari meja, kamu bisa melihat langsung permukaan Danau Batur, kadang perahu nelayan, kadang riak kecil yang bikin lantai resto sedikit bergoyang lembut. Buat saya, itu bagian dari pengalaman, bukan gangguan.
Lihat lokasi : Googlemaps

Pengalaman Makan di Restoran Apung Kedisan: Ikan Nila Segar Menghadap Danau
Dari Pesan Sampai Hidangan Mendarat di Meja
Begitu duduk, saya langsung fokus ke menu ikan. Di sini, andalan mereka adalah Nila Bakar dan Nila Goreng, lengkap dengan nasi hangat, plecing kangkung, sambal, dan pelengkap lain seperti kacang tanah goreng.
Alur pesan–tunggu–saji waktu kunjungan saya kira-kira seperti ini:
- Pesan makanan, terutama satu ekor nila bakar dan satu ekor nila goreng untuk sharing keluarga.
- Tambah sayur (plecing kangkung) dan mungkin satu menu kuah seperti sop nila biar ada kontras rasa.
- Minuman standar: teh hangat, beberapa pesan kopi, plus air mineral.
Waktu tunggu makanan di kunjungan saya masih dalam batas wajar: sekitar 10–20 menit sampai ikan utama tiba di meja. Untuk resto tepi danau dengan proses bakar/goreng ala pesan dulu baru dimasak, angka ini cukup okay. Sambil menunggu, anak bisa menikmati pemandangan danau, sedangkan saya sempat keliling sebentar di area deck apung untuk ambil beberapa foto.
Total durasi kami di lokasi sekitar 45–60 menit: cukup untuk pesan, makan santai, foto-foto, dan sedikit duduk diam menikmati angin.
Rasa Ikan dan Lauk Pendamping di Restoran Apung Kedisan
Soal rasa, fokus utama di sini jelas ikan. Nila gorengnya datang dengan kulit yang renyah dan bagian dalam yang masih lembut, tidak kering. Saat disobek, daging ikan masih terlihat lembap, tanpa bau tanah atau amis yang sering jadi masalah di beberapa olahan ikan air tawar.
Untuk nila bakar, yang menarik adalah kombinasi antara bumbu oles dan proses bakar yang tidak berlebihan. Bumbunya meresap sampai ke lapisan daging, tapi tidak sampai menutupi rasa asli ikan. Di beberapa referensi yang saya baca sebelum datang, memang banyak yang menyorot bahwa ikan di sini diambil dari keramba di sekitar danau sehingga tingkat kesegarannya cukup terjaga.
Lauk pendamping juga punya peran besar:
- Plecing kangkung: pedas segar dengan tekstur kangkung yang masih renyah, bukan lembek.
- Sambal: ada versi sambal merah atau sambal mentah ala Bali. Rasanya cukup nendang, tapi masih bisa dinikmati kalau kamu bukan pecinta pedas garis keras.
- Sop nila (kalau kamu pesan): kuah hangatnya membantu menetralkan rasa setelah santap ikan bakar/goreng yang kaya bumbu.
Untuk waktu terbaik menikmati menu ikan seperti ini, menurut saya memang siang hari. Udara dingin Kintamani bikin makan ikan panas dengan nasi dan sambal terasa pas banget—perpaduan antara hangat di perut dan dingin di kulit.
Aftertaste-nya lebih ke rasa gurih ikan dan bumbu bakaran yang tertinggal ringan di lidah, bukan minyak berlebih. Buat keluarga, jenis lauk seperti ini aman karena bisa dengan mudah disesuaikan tingkat pedasnya—sambal dipisah, anak cukup makan ikan, nasi, dan sayur yang lebih netral.
Baca juga : Jajanan Bali Pasar Ubud 2025 : Sarapan Ringan di Jaje Bali Buat Kamu dan Keluarga

Informasi Praktis tentang Restoran Apung Kedisan: Jam Ramai, Parkir, dan Lama Di Sini
Kalau kamu tipe yang suka merencanakan itinerary dengan detail, bagian ini penting:
- Enak dimakan saat: siang, terutama setelah keliling Danau Batur atau turun dari beberapa spot foto Kintamani.
- Jam ramai: sekitar 12.00–14.00, saat rombongan tour dan keluarga biasanya berhenti untuk makan siang.
- Parkir motor/mobil: areanya terbatas di tepi danau. Untuk mobil, terutama jika datang di jam ramai, butuh sedikit sabar untuk manuver dan cari posisi.
Dari beberapa sumber dan ulasan, resto ini sudah dikenal wisatawan cukup lama sebagai salah satu tempat kuliner khas Danau Batur, terutama karena konsep apungnya yang unik dan menu ikan lokal.
Kalau kamu datang dengan mobil pribadi:
- Usahakan datang sedikit lebih awal dari jam makan siang puncak.
- Siapkan mental untuk parkir di area yang space-nya tidak terlalu luas, dan mungkin perlu memindah mobil kalau ada bus atau rombongan besar datang.
Untuk lama kunjungan, 45–60 menit itu durasi ideal:
- 10–20 menit untuk menunggu pesanan,
- 25–30 menit makan,
- sisanya untuk foto dan menikmati suasana danau sebelum lanjut perjalanan.
Ngobrol Singkat dengan Karyawan Restoran Apung Kedisan: Dari Ikan Favorit sampai Tips Parkir
Saya sempat ngobrol sebentar dengan salah satu karyawan, dan kira-kira inilah rangkuman jawaban mereka berdasarkan empat pertanyaan yang saya bawa:
- Ikan favorit pengunjung apa?
Katanya, yang paling sering dipesan tetap Nila Bakar dan Nila Goreng per ekor untuk sharing. Banyak tamu minta level sambal agak pedas, tapi bukan sampai ekstrem, supaya masih nyaman dimakan bareng keluarga. - Cara masak ikannya seperti apa?
Mereka menjelaskan bahwa ikan dibersihkan, diberi bumbu dasar (bawang, rempah, sedikit kunyit) lalu digoreng atau dibakar setelah ada pesanan, bukan dihangatkan ulang. Ini juga yang bikin tekstur kulitnya masih renyah dan dagingnya tetap lembut saat sampai di meja. - Porsi keluarga biasanya bagaimana?
Untuk keluarga kecil 3–4 orang, mereka biasa menyarankan 2 ekor nila ukuran sedang plus 1–2 lauk tambahan seperti plecing kangkung atau sop nila. Kalau datang dalam rombongan yang lebih besar, tinggal menambah jumlah ekor ikan dan sayur pendamping, sambil menyesuaikan dengan tingkat lapar masing-masing. - Tips parkir yang realistis?
Menurut mereka, waktu paling nyaman soal parkir adalah sedikit sebelum makan siang ramai (sekitar 11.00–11.30) atau setelah jam 14.00. Kalau datang dengan mobil besar atau bus, biasanya diarahkan ke titik tertentu yang lebih lapang; jadi sebaiknya langsung ikuti arahan petugas parkir di lokasi.

Komparasi Ringkas: Restoran Apung Kedisan vs Lakeview Resto
Karena banyak yang juga menyebut Lakeview Resto sebagai salah satu tempat makan populer di Kintamani, saya coba bandingkan secara halus dari sisi pengalaman:
- Lokasi & View
- Restoran Apung Kedisan: berada langsung di atas Danau Batur, akses lewat jembatan dari tepi danau. View-nya low angle, dekat dengan permukaan air, dan terasa lebih “intim” dengan danau.
- Lakeview Resto: berada di tebing dengan view panoramik ke Gunung dan Danau Batur, lebih tinggi dan luas, cocok kalau kamu ingin melihat landscape dari atas.
- Fokus Menu
- Di Restoran Apung Kedisan, fokusnya lebih ke ikan air tawar lokal (nila bakar/goreng, sop nila, dan beberapa menu khas nelayan danau).
- Lakeview punya menu yang lebih variatif, ada Mujair Nyat-nyat, ayam bakar, sampai menu ala carte internasional dan beragam minuman kopi/teh di hotel-restaurant mereka.
- Suasana
- Restoran Apung Kedisan: nuansa lebih santai, sedikit goyangan lembut dari danau, cocok kalau kamu ingin merasakan sensasi makan di atas air dan lebih dekat dengan aktivitas nelayan.
- Lakeview: lebih terasa seperti restoran hotel dengan suasana nyaman dan tertata, plus kelebihan berupa area indoor dan outdoor yang luas.
Menurut saya, keduanya tidak saling menggantikan. Kalau itinerary kamu masih longgar, bisa saja kombinasi:
- Sunrise atau brunch di area tebing seperti Lakeview,
- Lalu makan siang ikan di Restoran Apung Kedisan yang lebih dekat danau.
Tips Kunjungan ke Restoran Apung Kedisan: Biar Makan Siang di Danau Batur Makin Nyaman
Supaya pengalaman kamu di Restoran Apung Kedisan lebih enak dan minim drama, ini beberapa tips praktis dari kunjungan saya:
- Datang di Jam yang Tepat
- Kalau ingin menghindari keramaian: datang sekitar 11.00–11.30 atau setelah 14.00.
- Kalau kamu justru suka suasana ramai dan merasa “lebih hidup”: jam 12.00–14.00 adalah puncaknya, tapi siap-siap soal parkir dan sedikit antri.
- Pilih Porsi dan Kombinasi Menu dengan Cerdas
- Untuk keluarga kecil, 2 ekor nila (kombinasi bakar dan goreng) + plecing kangkung + satu menu kuah seperti sop nila sudah cukup nyaman untuk sharing.
- Kalau tidak terlalu tahan pedas, minta sambal dipisah dan atur sendiri seberapa banyak yang mau diambil.
- Siapkan Pakaian dan Perlengkapan Ringan
- Kintamani cenderung dingin berangin, bahkan di siang hari, jadi jaket tipis atau outer ringan itu selalu berguna.
- Kalau kamu tipe yang suka foto-foto, siang menjelang sore memberi cahaya yang cukup baik untuk mengabadikan danau dan gunung di belakang meja makan.
- Perhatikan Anak-Anak di Area Apung
- Lantai deck yang sedikit bergoyang bisa jadi pengalaman seru untuk anak, tapi tetap butuh pengawasan, terutama di dekat pagar atau sisi yang langsung menghadap danau.
- Pilih meja yang tidak terlalu dekat dengan tepi kalau kamu datang dengan balita yang aktif.
- Parkir: Jangan Malu Bertanya
- Kalau ragu soal posisi parkir, langsung tanya petugas. Area di tepi danau cukup terbatas, jadi lebih aman kalau kamu diarahkan daripada parkir sembarangan dan harus memindahkan mobil di tengah-tengah jam ramai.
Jadi Worth It Nggak Makan di Restoran Apung Kedisan?
Kalau kamu lagi menyusun itinerary Kintamani dan bertanya-tanya, “Perlu banget nggak sih mampir ke sini?”, jawaban jujur saya: Layak.
Bukan cuma karena makanannya, tapi karena kombinasi tiga hal:
- Danau – kamu beneran makan di atas Danau Batur, bukan cuma lihat dari kejauhan.
- Segar – fokus di olahan ikan air tawar yang dimasak saat dipesan, dengan rasa gurih dan bumbu yang pas, apalagi dinikmati siang hari
- Keluarga – layout meja, porsi ikan, dan suasana yang santai bikin tempat ini cocok untuk makan bersama rombongan kecil maupun keluarga dengan anak.
Buat saya, Restoran Apung Kedisan adalah tipe tempat yang mungkin tidak setiap hari kamu datangi, tapi sekali punya waktu ke Kintamani, dia layak masuk di list “minimal sekali seumur hidup harus coba”. Apalagi kalau kamu memang mencari pengalaman makan siang ikan segar dengan latar Danau Batur yang tenang—di situ lah titik kuat resto ini.
Kalau nanti kamu keliling Kintamani dengan rute mirip saya—Day 11 – Kintamani – Siang keliling Danau Batur—boleh banget jadikan tempat ini sebagai titik berhenti: isi tenaga, hangatkan badan dengan sop ikan, dan biarkan sedikit goyangan lembut dari permukaan danau menemani waktu makan siangmu.



